SELAMAT DATANG

Assalamu'alaikum Warahmatullohi Wabarakatuh

Selamat datang para pengelana dunia maya.
Selamat datang diduniaku, dunia sederhana yang dipenuhi dengan kebebasan dalam berekspresi,
namun tetap mengedepankan Ahlaqul karimah,
tanpa takut oleh tekanan dari manapun, dan jauh dari diskrimininasi budaya, hukum, martabat, derajat dan pangkat.

Ini adalah suara murni hatiku,
yang terangkai dalam dalam bentuk kata-kata,
entah jelek entah bagus, namun inilah aku yang jujur dalam berfikir dan berkata.

Moga ada guna dan manfaatnya

Amin Amin Ya Robbal Alamin

Selasa, 22 Desember 2009

MEMAHAMI KATA MENIKAH DENGAN HATI

Lirboyo(22/12)
Tepat di peringatan hari ibu, aku mendengar informasi dari sahabat baikku semasa sekolah dilirboyo dulu, bahwa Pernikahan yang telah ia rajut bersama dengan seorang wanita yang usianya lebih tua darinya kni dalam ambang kehancuran, dia merasa sangat tertekan seakan dalam penjara yang dibangun sang mertua, padahal dalam biduk rumah tangga, seharusnya yang ada adalah adanya komunikasi dua arah yang menjadi satu, sehingga terbitlah harmoni keindahan dalam cinta. dalam masalah Temanku ini, dia lebih diposisikan sebagai pelayan ranjang saja, ketimbang menjadi imam dalam keluarga, kalaupun toh ia bisa bebas paling-paling ia hanya akan menjadi ustad keliling yang tidak jelas pendengarnya.

Penderitaan ini bermula tatkala ia secara sepihak dipaksa kawin oleh orang tuanya, dengan wanita yang sama sekali tidak ia kenal, konon kabarnya wanita mandiri ini adalah seorang ustadzah di desanya yang mempunyai penghasilan lebih dari cukup, namun yang sangat membuat dia menjadi miris adalah raut muka wanita yang akan menjadi pendamping hidupnya itu, ternyata wajahnya tak sesuai dengan batas minimal wanita pujaannya artinya wanita tersebut wajahnya lumayan jelek. namun apalah daya ini adalah amanat orangtua yang harus dan wajib dilaksanakan, maka dengan gontai ia langkahkan kakinya menuju tempat aqdun nikah yang menurutnya lebih pantas dikatakan sebagai neraka.

Hari berganti hari mingu dan bulanpun secara bergantian telah beranjak meninggalkan putaran sang waktu. Kala usia pernikahan menjelang tahun ketiga, mulailah nampak ketidak harmonisan keluarga kecil ini, saling bentak dan umpatan kata-kata kotor seperti menjadi santapan tiap hari, padahal mereka adalah publik figur. dimana setiap kata dan kerja mereka adalah sebuah panutan bagi semua orang.

Nah disinilah konsep pernikahan yang betul-betul matang harus kita tata sedini mungkin, jangan sampai kita salah kaprah dalam merangkai kata pernikahan agar tidak ada penyesalan dimasa mendatang, pilih bobot bebet dan bibitnya, jangan asal abs (asal bokap seneng) terus menikah.

Semoga kita dapat yang terbaik...
Di dunia maupun juga di akhirat amin

Tulisan ini aku dedikasikan buat temenku Kang Nashiruddin Rembang
***

Selasa, 15 Desember 2009

POLITIK PESANTREN

Sudah menjadi rahasia publik jika selama ini pesantren telah menjadi obyek percobaan dari berbagai macam model kelinci percobaan, bahkan malahan yang ironius tak jarang pesan tren juga menjadi tumbal politik, padahal diakui atau tidak pesantren mempunyai andil yang tidak sedikit dalam usaha memerdekakan bangsa indonesia, sejarah mencatat, melalui tangan para Ulama’lah perrjuangan kaum santri berkobar, mereka bahu membahu melakukan perlawanan sengit terhadap para penjajah kolonial, bahkan kala itu kaum santrilah, satu-satu nya pioner perjuangan yang saat itu menjadi barang langka, sebab saking begitu kuatnya pengaruh penjajahan masih ditambah lagi politik adu domba yang begitu sempurna membuat indonesia tak pernah mencapai kata merdeka meski telah berpuluh puluh pahlawah yang tumbang bersimbah darah.
Namun kini pada saat reformasi bergulir, apakah posisi pesantren berubah ? ternyata tidak, terbukti disaat seluruh personel negara baik yang eksekutif, legislatif bahkan yudikatif berebut untuk menikmati kue kekuasaan, ternyata sikap pesantren masih adem ayem dibilik bilik kesederhanaan, belum pernah ada kabar yang menyebutkan bahwa ada sebuah pesantren menerima kucuran dana dalam jumlah besar dalam rangka meningkatkan kualitasnya, yang ada justru makin terpuruknya posisi pesantren karena terlindas oleh roda globalisasi, meski seharusnya kalau ditinjau dari kaca mata sejarah jelas sekali posisi pesantren mempunyai peran yang amat vital dalam usaha memerdekakan bangsa, kalaupun ada pesantren yang kebagian kue kekuasaan paling-paling hanya dijadikan kendaraan politik dan ekploitasi kekuasaan untuk memobilasasi masa, seperti fenomena yang terjadi belakangan ini dimana pemimpin pesantren (para Ulama’ dan para Kyai ) sering dijadikan pasangan dalam pemilihan baik yang skala rendah sampai tingkat nasional, terbukti sebagaimana sikap Megawati soekarno putri berpasangan dengan KH. Hasyim Muzadi dalam pemilu presiden tahun 2004, atau pada kejadian yang paling aktual yakni pemilihan Bupati dan wakil bupati Demak, dimana Endang Styaningsih berpasangan dengan KH. Habibulloh Huda. masing masing berpikir jika mereka mengandeng pasangan yang berasal dari golongan Ulama’ pasti akan mendapatkan sokongan suara yang cukup banyak.
Berbicara, tentang posisi Pesantren dalam berbagai segi uatamanya masalah politik, bisa dikatakan seperti membicarakan magnet, dimana dua arah mata magnetnya yang selalu bertentangan muaranya, begitupun Pesantren disuatu waktu ia akan menjadi barang yang tak berharga dimata para petualang politik, namun di suatu waktu dia akan menjadi seorang puteri cantik yang selalu diperebutkan oleh banyak perjaka, memang kalau diamati lebih jauh pesantren bisa dikatakan sebagai satu satu nya lembaga paling Nrima ing pandum dalam urusan jatah kekuasaan, dimana smua berlomba lomba dalam memperebutkan kue, Pesantren justru lebih konsentrasi membina mental dan jiwa yang sesuai kaidah islam dalam dengan mengusung sistem klasikal sebagai perantara.
Namun meski demikian kejam perlakuan dari dunia perpolitikan indonesia terhadap komunitas pesantren, apakah lantas kita justru harus menjauh dari dunia Politik? Tidak, justru dari sifat driskiminasi itulah seharusnya bagi kita ini adalah cambuk berapi, dimana kita harus berpacu dalam mempelajari dan mencoba memahami karakteristik sifat binal perpolitikan Indonesia, meski disana sini pesantren hanya dijadikan bahan ejekan dan tertawaan, kita justru harus bersemangat dalam menemukan Inovasi baru dalam berpolitk yang islami dan lebih bermartabat, agar langkah kedepan politik bukanlah menjadi sebuah obrolan yang membosankan, namun politik adalah sebuah pelajaran berharga yang selalu didiskusikan dalam perdebatan perdebatan ringan dibilik bilik santri.
Semoga Perpolitikan islam, santri dan indonesia.bisa berjalan bersama.
Uamien

Sabtu, 05 Desember 2009

BUNUH DIRI APAKAH SEBUAH SOLUSI

Mata wanita paruh baya itu terlihat masih sembab. Rona kemurungan menghinggapi wajahnya. Entah sudah berapa lama dia terdiam membisu. Sesekali dia menyebut nama anak gadisnya yang paling besar, Vivi.. Vivi… Orang-orang disekitarnya tak berani melarang apalagi menasehatinya. Semua orang sepertinya sudah memahami apa yang baru saja terjadi pada wanita itu. Beberapa hari yang lalu, Vivi, anak gadis keluarga Sukarji, penjual makanan burung itu mati bunuh diri. Tak ada yang menduga, pasalnya Vivi tergolong anak yang pendiam dan tidak suka neko-neko. Setelah polisi turun tangan barulah misteri kematian Vivi terkuak. Hanya karena salah faham dengan bapaknya Vivi akhirnya bunuh diri, seperti tertulis dalam buku hariannya yang terakhir. Vivi jelas sakit hati karena dimarahi ayahnya. Tragis. Hanya karena dimarahi orang tua, Vivi lebih memilih jalan kematian untuk mengakhiri hidupnya.
Senasib dengan Vivi, masih segar dalam ingatan kita, awal tahun 2005 yang lalu, seorang siswa kelas empat Sekolah Dasar di Pesisir Utara Jawa Tengah mencoba bunuh diri gara-gara tak punya uang Rp 2.000 untuk membayar iuran sekolah. Beruntung, aksi bocah tersebut dapat diketahui oleh pamannya, sehingga aksi nekatnya berhasil digagalkan. Namun akibatnya anak itu harus menjalani perawatan intensif selama berminggu-minggu di rumah sakit untuk memulihkan kesehatan dan pikirannya yang belum stabil.
Kasus lain terjadi di Tulungagung. Seorang kakek lebih memilih bunuh diri daripada harus menanggung penyakit asma yang telah dideritanya bertahun-tahun, ditambah dengan himpitan ekonomi yang mencekik leher. Tubuhnya yang renta ditemukan tergantung di balok kayu tengah rumahnya. Uniknya, sebelum memulai aksi nekatnya Kakek itu terlebih dulu Salat Dhuha dan Isthikhoroh. Bahkan saat ditemukan keluarganya, Dia masih mengenakan baju koko dan peci layaknya orang yang selesai melaksanakan ibadah (Radar Tulungagung/Jawa Pos. 14/01/’06 ).
****
Beberapa kasus yang mengemuka di atas, ternyata belum ada apa-apanya dengan ratusan kasus yang terjadi akhir-akhir ini. Ada beragam motif yang dijadikan alasan: mulai dari masalah
keluarga, ekonomi, sampai masalah percintaan. Dan paling aktual, bunuh diri telah menjadi sarana teror yang mengatasnamakan jihad, dengan bom sebagai media perantara. Kasus bunuh diri yang beruntun menambah panjang daftar kasus-kasus serupa yang terjadi akhir-akhir ini. Sebuah koran terbitan nasional pernah melaporkan: daftar prosentase bunuh diri yang terjadi naik menjadi 5,1 %, dibanding dengan kasus serupa yang terjadi pada tahun sebelumnya (Kompas. 27/11/’05).
Sungguh tragis, setiap saat korban baru bunuh diri berjatuhan. Bunuh diri ada yang dilakukan sendiri, seperi kasus di atas, dan ada pula yang berkelompok. Contohnya kasus yang terjadi pertengahan Agustus lalu. Empat orang warga Jepang bunuh diri secara berjamaah dengan menghirup gas beracun dalam mobil yang sudah di-setting menjadi sebuah ruangan hampa udara. Yang lebih aneh lagi. Konon bunuh diri merupakan cara paling terhormat bagi orang Jepang untuk menebus kesalahan yang pernah diperbuat. Tindakan nekat ini mereka sebut Harakiri.
****
Manakala nafsu sudah merongrong akal dan menguasai hati, maka pikiran jernih tak lagi menjadi rujukan utama dalam mencari solusi masalah. Sama halnya dengan pelbagai kasus di atas, ketika berbagai masalah mendera bertubi-tubi, lahirlah depresi berat dan stres yang berkepanjangan. Dan akhirnya, kematianlah yang dipilih sebagai penyelesainya.
Bila mau menggunakan logika yang sehat dan mencermati permasalahan secara dewasa, dengan dalih apa pun, bunuh diri adalah tindakan yang salah. Salah dalam kacamata agama, dan salah dalam sudut pandang sosial. Sebenarnya, andaikata para pelaku bunuh diri itu mau berpikir lebih tenang dan menelaah secara mendalam dampak yang timbul dari perbuatannya, pasti ada solusi yang lebih masuk akal ketimbang bunuh diri. Semoga kita terhindar dari perbuatan semacam itu. Amin.
(Arif ”TNI”Noer

Minggu, 22 November 2009

AKU BERDOSA LAGI

Rasa itu datang menyiksa lagi...
Setelah sekian lama, lama aku terbungkam oleh ketidak pastian, akhirnya aku temukan setitik nafas asmara, meski ta' bergelora asmara romeo n juliet, namun kurasakan bias-bias indahnya bertutur kata dengan sajak yang keluar dari nurani. aku juga merasakan desah manja dari seorang insan polos yang yang mencari tambatan jiwa.
Lantas, aku berangan dan berkhayal untuk kesekian kalinya, tiap malam hanya namanya yang aku sebut, setiap kedip mata hanya wajahnya yang menari, ternyata aku benar-benar telah jatuh cinta..
Namun senyum ini tersungging tidak begitu lama, setelah empat purnama dia menjadi penghias hatiku, dengan langkah gamang dan hati yang terkoyak harus kutinggalkan dia...
harus...
itu harus....
meski air mata jatuh terurai, aku harus lakukan ini, karena Kemarin, sekarang dan esok sekalipun pertautan hati ini harus berakhir, karena rasa sakit itu kapanpun akan datang...
Berdosa...
yaaah... aku berdosa lagi, aku sia-siakan sebuah cinta murni, aku campakkan asmara tulus..
Ade....
maafkan mas
mas tak kuasa melawan takdir
mas tak sanggup berkata-kata, inilah jalan hidup kita,
percayalah dikua kan jelang mahligai cinta yang lebih indah dari mas
percayalah.....


Lirboyo 20 Januari 2009 Pukul 02.00 Dini hari

Mari berfikir yang positif

Setelah sekian lama berkutat pada ilmu yang pernah habis, nasib ku kini betul betul berada diujung tanduk, cinta yang selama ini aku bina ternya musnah dalam sekejap