SELAMAT DATANG

Assalamu'alaikum Warahmatullohi Wabarakatuh

Selamat datang para pengelana dunia maya.
Selamat datang diduniaku, dunia sederhana yang dipenuhi dengan kebebasan dalam berekspresi,
namun tetap mengedepankan Ahlaqul karimah,
tanpa takut oleh tekanan dari manapun, dan jauh dari diskrimininasi budaya, hukum, martabat, derajat dan pangkat.

Ini adalah suara murni hatiku,
yang terangkai dalam dalam bentuk kata-kata,
entah jelek entah bagus, namun inilah aku yang jujur dalam berfikir dan berkata.

Moga ada guna dan manfaatnya

Amin Amin Ya Robbal Alamin

Minggu, 30 Januari 2011

KALA UMUR BERTAMBAH (KURANG)

Satu lagi tahun penuh makna telah aku lewati, tahun penuh dengan kenangan indah yang tak akan aku lupakan sepanjang nafasku berhembus. Tahun kemarin aku telah memasuki gerbang paruh ke-Tiga dalam hidupku, sebuah fase yang sangat dewasa dalam tatanan psikologi seseorang, Syukur Alhamdulillah ditahun ketiga puluh itu, banyak sekali kejadian yang telah bergulir dalam hidupku, baik dalam karir, asmara, sampai dengan keluarga. Semua setting ini betul-betul indah konsepnya, hingga terkadang aku terlalu terlena hingga aku melupakan banyak sekali nikmat anugerah dari-Nya.

Kini dalam tahun kedua di dasa warsa ketiga ini, perasaan sepertinya menjadi lebih tertata, hati juga mulai terkombinasi dengan otak. Sehingga bisa mengolah pekerjaan dengan tenang Alhasil kerjaan bisa jadi stabil, terus paling tidak bisa membuat nafasku menjadi lega tanpa beban berat yang berarti. Apalagi kemarin aku menjadi Sektum Lirboyo, pas Se-Abad lagi, wah lumayan berat rasanya, sepertinya semua kerjaan numpuk jadi satu, jadinya tak jarang antara otak dan hati gak nyambung, isinya emosi wae he he he.. Namun Al-hamdulillah meski kadang terseok-seok, secara garis besar semua tugasku berjalan sesuai dengan alurnya.

Sebagai manusia normal, terkadang rasa gundah mendera dalam hati, mengapa hingga detik ini masih saja aku lewati dengan kesendirian, tanpa belahan jiwa disisiku, tanpa seorang wanita yang bersedia mendampingiku. Apalagi tatkala aku bertemu dengan teman sebayaku di sekolah dulu, sepertinya mayoritas sudah berumah tangga, dan sebagian besar sudah mempunyai momongan. Rasanya ngiri juga ketika melihat mereka bercanda tawa, namun semua gelisah dalam benakku aku redam dengan angan dan pikiran jernih, pasti semua ini akan ada waktunya, aku yakin “kompensasi” yang akan diberikan Allah padaku akan lebih indah dan lebih bermakna.

Namun meski beragam kekurangan yang aku sandang, namun tak sedikit anugerah indah yang aku panggul, mulai dari karir yang lumayan fantastis untuk orang berkapasitas rendah kayak aku, sampai dengan anugerah keluarga yang sangat harmonis, ini semua sangat pantas dan wajib di syukuri, sebab hanya dengan bersyukur, kita akan menjadi berinstropeksi diri, agar menjadi yang lebih baik dari sebelumnya dan menjadi lebih sempurna. Matur suwun gusti Allah, ternyata misteri kekuasanmu begitu indah, dan disinilah terlihat betapa adil Panjenengan dalam menata dan mengatur segenap Mahluk. Tak lupa untaian terima kasih juga aku haturkan kepada Ibuku tercinta yang sampai detik ini masih berkenan mendoakan aku, Kakak, adik dan keponakanku tersayang atas kebahagian yang selama ini ada, kepada segenap guru-guruku para Masyayikhku atas gemblengan ilmunya, para sahabat, saudara handai tulan atas keharmonisan yang indah dan pastinya kepada seseorang yag telah aku kecewakan hatinya, karena tak mampu mendampinginya mengarungi hidup.

Doa dan harapanku dalam tahun ke-31 satu ini, semoga Allah mengaugerahkan padaku umur yang panjang, hidup yang penuh dengan Barokah, harta halal yang melimpah, keluarga yang sakinah, hingga istri yang sholihah… amin … amin ya mujibaasaiilin.

Lirboyo pukul 03.21 Wib senin 31 Januari 2011

Jumat, 28 Januari 2011

MEMAHAMI KATA SOPAN SECARA PROPORSIONAL

Sebuah legenda berhikmah dari negeri cina, menceritakan. Dahulu kala hiduplah sebuah keluarga terpandang diibukota, keluarga tersebut mempunyai seorang menantu, yang berpengarai congkak. Pada awalnya sang menantu yang bernama lingling, hidup bahagia bersama sang suami, namun ketika pernikahan mereka menapaki waktu 5 tahun, tampaklah, sifat-sifat asli sang mertua yang angkuh dan suka memerintah. lingling pada awalnya bisa menahan diri untuk menerima sifat buruk mertuanya, “namun kesabaran manusia ada batasnya” demikian pikir Meiling, akhirnya dia berontak dan melawan sifat buruk sang mertua dengan bertengkar dan menyangkal perintah sang mertua. Akhirnya semakin lama lingling merasakan rumah tangganya bagaikan neraka yang selalu diisi dengan pertengkaran dan cekcok, sampai pada ketika lingling mempunyai pikiran ingin membunuh sang mertua dengan memberi racun. Tak lama kemudian lingling menemui tabib Chang, tabib baik hati yang merupakan sahabat baik ayahnya, setelah lingling menceritakan semua masalahnya akhirnya tabib Chang berkata “ aku paham dengan keadaanmu lingling, aku bersedia membantumu dengan memberikan sebuah ramuan racun yang mematikan, namun racun itu tidak langsung serta merta akan membunuh mertuamu, tapi butuh waktu sampai empat bulan lamanya, karena seumpama racun tersebut langsung membunuh mertuamu, aku takut semua orang akan curiga padamu, maka supaya mertuamu dan orang orang disekitarmu tidak curiga ubahlah sifatmu, bersabarlah dan sajikan makanan yang lezat dan taburi dengan racun, bersikaplah sopan, manis dan bersabarlah, aku jamin empat bulan lagi mertuamu akan masuk neraka, paham ! “ ujar tabib chang mantap, Meiling mengangguk paham, dengan senyum mengembang lingling, pulang kerumah.

Waktu berjalan mengikuti alur kehidupan yang selalu berubah, hari berganti hari, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan, semenjak lingling merubah sifatnya yang angkuh menjadi sopan dan manis, perlahan namun pasti akhirnya sang mertua luluh juga, dia taidak lagi menjadi pemarah, bahkan semakin lama sang mertua semakin sayangnya kepada lingling dan tak jarang lingling sering mendapatkan hadiah dari mertua. Semakin lama lingling merasa usahanya untuk meracuni sang mertua adalah salah besar, akhirnya dengan menangis lingling menemui kembali Tabib Chang untuk meminta penawar racun bagi mertua yang disayanginya itu, dengan tersenyum Tabib Chang menuturkan “ lingling, sebenarnya obat yang aku berikan padamu bukanlah racun ganas, namun justru itu adalah obat kuat bagi wanita tua, jadi selama ini kamu secara tidak langsung telah menyehatkan mertuamu, nah, sekarang berusahalah terus bersikap sopan pada mertuamu, aku yakin hidupmu akan semakin bahagia, Percayalah padaku “ ujar tabib Chang dengan bijak, legalah hati Lingling men dengar penuturannya, akhirnya hidup lingling menjadi bahagia selamanya.

****

Seringkali, kita menyampingkan masalah etika kesopanan dalam kancah pimikiran kekinian, padahal secara logis, Kesopanan (baca : Adab) merupakan salah satu pendukukung utama untuk menunjang keberhasilan dalam berkomunikasi. Diakui atau tidak, umumnya kita lebih mengutamakan sifat egoisme dalam bertindak, sehingga tidak jarang emosi angkuh masih bercokol kuat dalam diri kita, Kita tidak sadar bahwa kita sebenarnya tidak hidup sendiri dan tak akan pernah bisa hidup sendiri, karena disetiap saat dan disetiap tempat kita pasti berkomunikasi dengan orang lain. oleh karena itu sopan, merupakan salah satu cara efektif untuk merengkuh hidup bahagia dan sejahtera.

Namun ada persepsi yang salah dalam pemahaman sopan secara utuh, dalam idiom kita, kata kata sopan lebih dikonotasikan sebagai perilaku hormat atau menghargai dari strata rendah kepada tingkat yang lebih tinggi, contoh kecil, seorang santri harus berlaku sopan kepada pengurus atau kepada santri yang lebih senior. Padahal kata sopan dalam pemahaman kongkrit, lebih bersifat universal, dalam arti seluruh manusia berhak sekaligus harus punya etika kesopanan, jadi tidak hanya dari yang rendah kepada kasta yang lebih tinggi, namun juga sebaliknya, jadi apa salahnya jika pengurus pondok belaku sopan kepada santri!,

Bukankah hidup ini bagai sebuah kaca cermin, jikalau engkau tersenyum maka sicerrmin akan tersenyum padamu, namun sebaliknya jika engkau bersifat angkuh maka seketika itu juga cermin akan menunjukan sifat angkuh padamu. Begitu juga hidup ini.

AKU MASIH SANTRI

Sinar mentari terlihat menyeruak disela sela rerimbunan hutan kecil dikampungku, hawa sejuk udara pagi terasa sangat segar dan begitu alami, indahnya berbagai bentuk lukisan ilahi ini aku nikmati dengan sepuas puasnya karena mau tak mau besok aku harus sudah kembali beraktifitas sebagai santri yang taat akan peraturan, yeach….setelah seminggu lebih aku reguk kenikmatan “nafas” kebebasan alam luar yang meng-ayikkan, aku harus kembali kepesantren Lirboyo yang aku cintai, meski terasa berat namun dengan langkah mantap aku langkahkan kaki menuju kawah candradimuka sonsong masa depan penuh keindahan.

****

Tersirap darahku penuh kaget mendengar bunyi klason mobil Mikrolet yang menghampiriku, kemudian dengan dengan langkah gontai aku masuki Mikrolet desa itu, beruntung jumlah penumpangnya tak begitu banyak sehingga tak perlu berdesak desakkan untuk mencari tempat duduk sehingga lebih nyaman menikmati udara pagi dikampungku untuk yang terakhir kalinya.

Ketika aku jejakkan kakiku kedalam mikrolet, sejenak aku terpana dengan seorang wanita berambut hitam sepundak yang duduk berada diujung bangku belakang dengan muka yang menunduk, tubuh yang semampai dan baju yang agak seksi, menjadikan sosok wanita misterius itu menjadi menarik.

Ditengah-tengah perjalanan itulah tiba tiba sebuah sapaan halus menyapa aku, ternyata wanita yang aku perhatikan tadi adalah Susi, teman akrabku ketika masih dibangku sekolah dasar, dia masih secantik yang dulu, akhirnya kami ngobrol panjang lebar, namun ada satu pengakuan jujurnya yang membuat aku tersentak kaget, ternyata selama ini dia bekerja sebagai penjaja cinta alias PSK, terus terang aku miris mendengar pengkuannya, begitu polos, lugu dan menyakitkan, berawal dari peristiwa pemerkosaan yang terjadi ditahun 2000 lalu, susi disaat itu masih duduk dikelas III SMP, digilir oleh tujuh orang berandalan, pasca kejadian itu susi mengalami trauma hebat, tubuhnya menjadi kurus kering dan hidupnya manjadi tak bergairah sama sekali, suatu ketika dia didatangi seorang sahabatnya yang telah bekerja dikota, sepintas kelihatannya sahabatnya susi ini adalah wanita karier yang sukses, namun siapa sangka jika wanita tersebut ternyata hanyalah seorang penjual cinta, awalnya susi menolak ajakan temannya tersebut untuk bekerja dikota, namun setelah dibujuk terus dan diserta dengan rayuan ayuan manis akhirnya Susi menurut juga.

Alangkah kagetnya susi, ternyata pekerjaan yang dijanjikan temannya tersebut adalah penjaja cinta, susi sempat berontak namun usahanya sia-sia, berkat bujukan temannya tadi akhirnya sedikit demi sedikit mengenal dunia malam dan puncaknya susi yang kukenal dulu sebagai wanita yang alim, sholikah dan pendiam, kini telah menjadi susi yang modis, seksi dan nakal, meski kaget aku berusaha untuk bisa menahan diri agar tak terlampau emosi menghadapi keadaannya, apalagi kondisinya susi yang masih penuh dengan dendam, kucoba memberikan saran saran lunak yang tidak terkesan menggurui, bahkan terkesan memberikan suport, ternyata dia terkesima dengan saranku. Dan akhirnya dia secara halus memohon kepadaku agar mau menginap sehari saja dirumah kontrakannya, dia ingin mengobrol semalaman dan bercerita tentang kehidupannya selama ini, jangtungku lansung berdetak kencang, memikirkan perkataan susi, khayalku melayang meng-andai andai apabila semalaman aku berduaan dengan wanita secantik susi, sepertinya susi tidak main main sebab dia rela membayar seluruh tiket perjalanku padahal kami harus bolak balik naik angkutan, maklum rumah kami tergolong pelosok, bahkan dengan jujur dia akan memberikan uang “sangu” bila aku benar benar mau menginap dikontrakannya. Terus terang saat itu hilanglah tujuanku dari awal, tujuan untuk menuntut ilmu dipesantren dan tujuanku untuk beribadah kepada Allah.

Jauhnya perjalanan kami membuat aku kelelahan, akhirnya ditengah perjalanan itu ku terlelap dalam tidur, tak lama berselang diantara sadar dan tidak aku mendengarkan lantunan Sholawat yang merdu dan indah, sholawat yang begitu aku kenal ketika aku masih kecil, yaa.. sholawat Nariyah yang selalu didendangkan santri ngaji dikampung sebelah, set5elah itu tiba tiba muncul suara merdu memanggi manggil namaku dan memberikan petuah singkat namun begitu mengena, “ dien… kalau kamu berangkat mondok caranya seperti ini itu salah nak… itu salah nak…salah sekali ” sayup suara itu menghilang ditengah ruangan yang gelap tanpa sinar rasanya aku kenal dengan suara itu, yaa.. tak salah lagi pasti itu suara Abah Karim, guru ngaji yang paling kuhormati dan aku segani, sepeninggal suara tadi aku langsung terbangun dari mimpi, keringatku bercucuran dan jangtungku berdetak kencang, kupejamkan mataku sembari berkata dalam hati “ Alhamdulillah ya Allah aku masih engkau peringatkan hambamu ini “, setelah itu dengan bergegas aku mohon diri kepada susi, aku beralasan jika ada makalah pelajaran dikampus yang tertinggal dirumah teman, terang saja susi menolak keputusanku, dia beralasan jika aku tak mau bersama dengannya, kontan saja aku menolak tuduhannya, kemudian dengan sedikit memaksa susi memohon kepadaku agar mau menemaninya malam ini saja. Gengaman tangannya yang halus membuat darah ini kembali berdesir, “namun bagaimanapun juga ini adalah sebuah kesalahan “ gumanku dalam hati, selanjutnya dengan keras aku menolak ajakan susi tersebut, aku katakan dengan lirih dan jujur jika kita tak mungkin bersama apalagi sampai semalam, aku yakin kita pasti melakukan hal hal yang diluar batas, ujarku dengan tegas, kemudian dengan perlahan susi melepaskan gengaman tanganku, sesaat kemudian susana menjadi hening, sunyi dan hanya suara Bis yang menderu deru. Aku katakan kepada susi jika sebenarnya aku bukanlah seorang mahasiswa namun aku adalah seorang santri sebuah pesantren dikediri, susi nampak terkejut, kemudian dengan lelehan air mata susi meminta maaf atas tindakanya.

Nafasku aku lepaskan dengan begitu dalam, dari kejauhan kulihat bis yang membawaku semakin meghilang, ku tersenyum penuh bangga, pasalnya hari ini dengan suara ghaib abah karim aku telah berhasil mengalahkan nafsu. Terimakasih Ya Allah, terima Kasih abah. Terima kasih engkau masih mengingatkan aku kalau kau masih santri.

Tulisan ini aku pasang di Mading hidayah tahun 2006

KALA ISLAM DIUSIK DI PULAU DEWATA

Syahdan, tersebutlah dua pemuda Islam bernama Fuad dan Aziz, mereka berasal dari sebuah kota kecil dipesisir utara jawa timur, sejak tahun 2000 kedua pemuda muslim itu Hijrah kepulau Bali dan bertempat pada sebuah desa kecil disebelah utara Kabupaten Bangli Bali. Fuad dan Aziz menyewa sebuah rumah mungil yang sangat sederhana untuk dijadikan hunian sementara, padahal harga sewa rumah tersebut amatlah mahal untuk standar harga sewa rumah pada umumnya.

Berbekal kemampuan dalam ilmu masak-memasak, Fuad dan Aziz mendirikan sebuah warung yang mungil dan sederhana bernama “ Soto lamongan “. Pada awalnya warung mereka sepi tanpa pembeli, namun lambat laun kesabaran dan keuletan mereka membuahkan hasil, tiap hari ada saja orang yang makan ditempatnya, malahan ada yang sudah menjadi pelanggan tetap, Setelah satu tahun berselang mulailah warung itu menampakkan hasil, bahkan keduanya sudah mampu membeli motor.

Namun semua langsung berbalik, ketika peristiwa bom Bali I terjadi, satu persatu pelanggan mereka mulai menjauh dan tak sudi lagi makan ditempat mereka dengan alasan Fuad dan aziz beragama islam, tak pelak keadaan ini merugikan terhadap usaha yang mereka rintis, sebab banyak sekali dagangan mereka yang terbuang sia-sia karena tidak laku, kalupun ada yang beli mungkin itu hanya satu dua orang, itupun warga muslim yang ada disekitar mereka, perlahan namun pasti warung mereka akhirnya menjadi sepi tanpa pembeli, namun dengan tabah Fuad dan Aziz berusaha untuk bangkit, mereka berusaha meyakinkan kepada Publik, bahwa agama Islam tidak seextrim dan seganas yang mereka bayangkan, pada awalnya usaha Fuad dan Aziz sia sia, perlahan namun pasti usaha keras mereka mulai menampakkan hasil, warga sekitar akhirnya mulai bersahabat dan bersedia kembali menerima keberadaan Fuad dan Aziz, namun meski demikian ternyata masih ada saja pihak-pihak yang tidak menyukai kehadiran mereka, terbukti, setiap hari hinaan dan teror kerap kali mereka terima namun dengan tabah dan sabar mereka menerimanya.

Untung tak dapat diraih dan musibah tak dapat ditolak, tatkala Fuad dan Aziz mulai menikmati hasil dari jerih payah yang mereka bangun selama ini. Pertengahan bulan November 2005 tiba tiba pulau Bali diguncang oleh Bom II, meski korban yang ditimbulkan dari Bom kali ini tak sebesar Bom Bali I, namun masalahnya, dampak yang ditimbulkan dari bom tersebutlah yang cukup besar dan akhirnya sekali lagi hanya karena sipelaku bom bunuh diri tersebut beragama Islam, kemudian Masyarakat Bali langsung menvonis Fuad dan Aziz termasuk dari bagian pelaku bom, dan akhirnya kisah tragis itu terulang lagi, satu persatu para pelanggan menjauh, taksudi lagi makan diwarung yang mereka dirikan, meski tidak secara terang terangan mengatakan, warga sekitar menolak kehadiran pedangang muslim didaerah mereka, ironisnya terkadang rasa benci warga bali, disertai dengan kekerasan terhadap Fuad dan Aziz, malahan Aziz pernah dihajar massa karena nekat berjualan didepan kantor Desa, akhirnya demi menyambung hidup, mau tak mau Fuad dan Aziz, harus meninggalkan Pulau Bali, karena suasana sudah tidak lagi kondusif, akhirnya sia sialah perjuangan mereka selama ini.


Pasca peristiwa Bom bali yang meluluh lantakkan beberapa daerah dikota bali pada tahun 2002 dan tahun 2005 lalu, ternyata tidak hanya meninggalkan rasa trauma mendalam bagi warga Bali namun juga meninggalkan sebuah rasa dendam kesumat yang berbuah rasa sentimentil terhadap pemeluk agama islam, diakui atau tidak beberapa kasus yang mengemuka akhir akhir seperti kasus diatas dan juga ratusan kasus yang lain, membuktikan bahwa, penduduk Bali masih menyimpan rasa dendam terhadap agama yang dipeluk sang pengebom. Berbagi macam bentuk teror dan intimidasi kerap kali diterima kaum muslimin diBali, mulai dari boikot Ekonomi, hinaan, makian, sampai dengan pengaiayaan berat. Namun sayangnya pemerintah setempat terkesan kurang apriori dan tanggap dengan kasus yang terjadi belakangan ini, bahkan terkesan buta mata. Tragisnya rintihan dan jeritan dari para muslimin yang mengadu nasib dipulau bali ternyata tak pernah disentuh oleh Pers, kuat dugaan antara Pemerintah, pihak yang berwajib dan Pers seakan-akan bersengkongkol untuk mengusir para pendatang dari luar daerah khususnya yang beragama islam untuk hengkang dari pulau Bali. Padahal mestinya Pemerintah bersama aparat terkait berusaha bahu membahu memberikan penyuluhan kepada masyarakat Bali tentang apa itu Teroris ? dan apa itu Islam?,

Dan sudah selayaknya warga Bali sendiri bisa memahami dan mengerti tentang perbedaan Teroris dan islam, supaya untuk langkah kedepan antar pemeluk agama tidak lagi ada kesalah pahaman yang dapat berakibat konflik horizontal dan dapat menggangu stabilitas Nasional.

Semoga Islam tetap Damai.

M. Arif Noer

* Terinspirasi dari sebuah surat “ jeritan hati” dari sahabatku, Ach. Khoiron. Kintamani Bangli Bali

Tulisan ini aku pasang di mading Hidayah tahun 2005

BARSESO MILENIUM



Tulisan ini pernah aku pasang di majalah Dinding Hidayah lirboyo tahun 2006

Deru knalpot yang memekakkan telinga terdengar semakin mendekat. Dari jauh, tampak iringan pemuda bermotor tertawa terbahak-bahak di antara raungan suara motor yang menyalak. Seakan tak memperdulikan keheningan malam yang telah menghinggapi kampung kecil itu, mereka dengan lantang berteriak-teriak menantang siapapun yang mereka temui. Namun, tak satu pun warga kampung yang berani mencegah, apalagi sekedar memberi peringatan. Orang-orang kampung lebih memilih mengelus dada seraya berdo’a semoga pemuda-pemuda itu cepat sadar.

Di antara berandalan tersebut ada seorang pemuda gagah. Posturnya tinggi besar, kulitnya hitam lebam. Gaya bicaranya tak beraturan. Tangan kananya memegang botol minuman keras. Sempoyongan ia berjalan mendekati pos jaga kampung yang seolah sudah beralih fungsi menjadi markas besar para pemuda berandalan itu. Dia menyandarkan badan lusuhnya pada dinding. Dia mengomel sendirian, tanpa makna. Tak lama, Aan (nama samaran) merebahkan tubuhnya. Beberepa menit, dia telah lelap dalam tidur.

Suara adzan subuh membahana, terdengar dari surau kampung sebelah. Meski suara muadzin tak begitu merdu, rupanya dapat membuyarkan tidur Aan. Ia segera bangun. Kemudian melangkahkan kaki keluar dari pos sekedar menghirup udara segar. Saat itulah, secara tidak sengaja Aan bertemu dengan dua bocah kecil berpeci, bersarung dan memeluk kitab suci di dada. Kedua bocah itu kaget melihat Aan. Tapi keburu Aan menyapa

“Mau kemana, kalian!”

“Ngaji, Cak !. Di mushola H. Latif” jawab anak-anak itu polos.

“Ya, sudah. Berangkat sana!“

“Terima kasih, Cak” jawab anak-anak itu lagi, sambil berlari.

Sepeninggal dua bocah kecil itu, kembali Aan rebahkan tubuhnya. Keceriaan anak-anak tadi membawanya kembali kepada masa-masa kecilnya dulu. Masa bahagia bersama dengan keluarga besarnya. Saat itu, semua menyayangi, mencintai dan merperlakukan Aan istimewa. Sehingga tak jarang banyak teman-teman sebayanya jadi iri. Aan kecil tumbuh dengan cepat. Otaknya tergolong jenius. Berbagai prestasi pernah Ia raih. Bahkan Aan dulu selalu menjadi bintang kelas disekolahnya.

Waktu terus beranjak. Aan yang dulu kecil kini telah dewasa. Badannya yang putih bersih dan rupawan, membuat semua orang simpati kepadanya.

Singkat cerita, akhirnya Aan dikirimkan orangtuanya ke sebuah pesantren elit di kotanya guna mempelajari ilmu-ilmu agama. Di sinilah kecerdasan Aan semakin tampak, hanya dalam tempo dua tahun Aan sudah bisa melahap semua pelajaran yang di ajarkan. Kemampuan otak yang di atas rata-rata membuat semua Ustadz di pesantrennya bersimpati dan sayang kepada Aan. Sang Kakek pun sangat mencintainya. Saking cintanya, tak jarang semua permintaan Aan dikabulkan oleh sang kakek. Hal itu semata-mata demi kebahagiaan sang cucu.

Namun, seiring berjalannya waktu, Aan yang dulu seorang santri, dicintai dan diharapkan ilmu agamanya, kini telah berubah jauh. Bahkan sangat jauh. Aan lebih sering berkumpul dengan anggota geng-nya ketimbang bermusyawarah dengan teman-teman remaja masjid. Aan lebih konsentrasi mendengarkan bisikan dan hasutan setan ketimbang nasehat-nasehat dari guru-guru ngajinya. Aan lebih senang menenggak minuman keras daripada berpuasa Ramadlan. Dan paling parah, waktu Aan lebih banyak digunakan mencuri barang-barang orang lain daripada beramal saleh. Ringkasnya, Aan yang dulu disenangi karena keluhuran budi pekertinya, kini lebih sering dicemooh karena perbuatan kotornya

“Aaaaaah..” Aan mendesah panjang, sepanjang harapannya yang telah buyar dan tak kunjung kembali. Aan tersadar dari lamunannya. Ia menunduk, menyesali mengapa semua bisa terjadi begitu cepat. Dia bingung, mengapa dia menjadi seperti ini.

Pernah ia coba untuk kabur dari komunitasnya itu. Tapi percuma. Sebab, tangan dan mulutnya tak bisa tenang bila sehari saja tak menyentuh minuman keras dan lintingan ganja. Dia kembali menundukkan kepala. Menatap bumi yang dipijaknya. Menyesal, menyesal dan terus menyesal tanpa usaha untuk bangkit dari keterpurukan.

*****

Jangan pernah menyangka kisah di atas hanyalah rekaan penulis. Tokoh Aan dalam kisah itu adalah benar-benar nyata dan hadir dalam kehidupan kita. Aan pernah menjadi bagian dari hidup kita. Aan adalah sahabat kita yang kini tengah terjerembab dalam lobang kesesatan.

Entah bagaimana awalnya, kisah ini berlalu begitu cepat, dulu Aan (bukan nama sebenarnya) adalah sosok santri ideal yang memiliki kelebihan dalam berbagai bidang, terutama Nahwu dan Fiqh. Selain berwawasan luas, dia juga diberi anugerah wajah yang rupawan. Walhasil tak jarang Aan sering menjadi obyek Gojlokan antara teman temannya. Tapi entahlah, secara tiba tiba Aan mengubah haluan hidupnya. Aan yang kukenal sekarang dulu bukanlah Aan yang dulu.

Sepintas, meskipun dalam setting berbeda, kisah Aan memiliki kemiripan dengan legenda Kyai Barseso. Barseso merupakan representasi dari seorang Ulama Besar, punya ribuan santri, yang kemudian menjadi kufur hanya karena bujuk rayu Setan dan kroni-kroninya.

Hikmah apa yang dapat kita ambil dari kisah di muka? Hikmahnya. Posisi kita sebagai duta agama ternyata bukanlah suatu jaminan pasti bahwa kita akan terhindar dari semua bujuk rayu Setan. Sebaliknya, hanya konsitensi dan istiqomah yang dapat menjadi tameng kuat bagi keabadian iman kita. Semoga kita senantiasa dapat menjaga diri dari hal-hal yang dibenci Allah Swt. Wallahu a’lam

(TNI / Arif Noer)

Selasa, 25 Januari 2011

MENDENGAR NURANI YANG LAIN


Entah apa yang ada dibenak mereka, sehingga sering kali Pondok Pesantren dijadikan persinggahan terakhir atas segala keluh kesah yang mereka hadapi. Dengan beragam permasalahan yang ada mereka mencari sebuah pencerahan meski sekilas pintas, dengan harapan mereka akan menemukan solusi. Begitu pula aku, sebagai penjaga pintu di Pondok Agung ini, tak jarang aku menemukan banyak keluh kesah atas himpitan dari masyarakat umum. Mulai dari himpitan ekonomi, masalah keluarga hingga penyakit yang tak pernah sembuh.

Seperti yang hari ini aku alami, seorang ibu muda yang tergesa-gesa bertanya tentang cara bertemu dengan seorang yang Wira’I dan konon mempunyai indra ke-6, setelah aku jelaskan keberadaan Kyai tersebut, dengan setengah memelas dia mulai menceritakan permasalahan yang mendera dia dan keluarganya, Mulai dari statusnya yang janda, kakaknya hingga keponakannya yang diteror mahluq halus.

Secara runtut dan jelas ia menceritakan semuanya, terkadang ia menggunakan intonasi suara yang tinggi mengungkapkan gejolak emosi didadanya dan sesekali ia lelehkan air mata mengisahkan semua penderitaannya. Terus terang aku trenyuh dengan beragam kisah sedih yang menimpanya, seakan sudah terlalu banyak musibah yang disandangnya, andaikan aku yang mengalaminya mungkin aku tak akan setegar dia.

Melihat realita diatas, hari ini suara kita ternyata masih dibutuhkan oleh mereka, oleh orang-orang yang terhimpit beban didada dan orang-orang yang berputus asa, lantas sebagai manusia yang di anggap mampu menelaah dan menyelaraskan hati dan jiwa, apakah akan kita tinggalkan mereka…? Dalam tangisan, dalam rintihan tak berujung. Justru kita yang harus tampil didepan menyelamatkan mereka, berikan obat hati yang ringan, petuah-petuah indah sehingga mereka bisa menatap hari ini, esok dan lusa dengan lebih siap, meski tak sepenuhnya musibah telah berakhir. Paling tidak beban di hati akan berkurang. Oleh karenanya jangan tinggalkan mereka, namun bantu mereka.

Meski kadang kita dianggap mahluq pinggiiran yang udik dan kudisan, yang kerap kali mendapatkan diskriminasi perlakuan sosial, ternyata suara kita masih dicari. Oleh karenanya jangan merasa rendah kawan

Minggu, 16 Januari 2011

MENATA HATI USIR EMOSI


Kadang apa yang kita ingini tak sejalan dengan harapan dan keinginan, yang ada malah justru kebalikan hampir 180 %, hal seperti inilah ynag dapat memantik meosi kita menjadi labil dan mudah terpancing. Seperti halnya aku, setelah vacum selama hampir kurang lebih satu bulan penuh tak kujamah kantorku yang baru, ternyata banyak perubahan yang telah bergulir, mulai cara berfikir, piket jaga hingga wewenang yang melampui batasnya.

Inilah yang terkadang membuat dadaku terasa sesak kala melihat beberapa orang sekeliling dengan congkak dan gayanya yang sok tahu hendak menghandle semua kerjaan yang bukan wewenangnya, bukankah semua ada tugas dan jabatannya tanpa diambilpun maka akan tampak mana tugas kita dan yang mana bukan wilayah kita. Semua ada jalannya, tanpa dirampas pun maka akan kelihatanlah mana yang pantas kita kerjakan.

Entah apa ang harus aku perbuat, namun bagaimana lagi inilah kesalahan yang telah aku perbuat sendiri, karena terlalu lama aku singgah dirumah sehingga beberapa tugas Vital disini menjadi terbengkalai, salah satunya wewenang dan tugas itu sendiri, namun bagaimana lagi semua telah terjadi yang ada sekarang adalah konsekwensi dari tanggung jawab yan telah aku gulirkan, meski kadang aku berguman dalam hati apakah pantas kita mengerjakan tugas yag bukan wilayah kita, padahal semestinya jika ada pelipahan tugas harusnya ada semacam pelimpahan wewenang secara simbolis, sehingga akan ada kejelasan mana yang bertanggung jawab dan mana yang tidak.

Walaaah... biarkan wis... biarkan semua berjalan dengan sendirinya, lagi pula ini adalah tanggung jawab kita bersama, untuk mengelola kelestarian Pondok Tercinta ini melalui berbagai aspek dan segi....

Nesu ra jaruan Sebabe... jane mung iri kok...,.

Rabu, 12 Januari 2011

KESAN INDAH BERSAMA SULTONUL ULAMA’


Sebuah kenikmatan besar tengah aku reguk, meski dengan keterbatasan kemampuan dalam menelaah ilmu, aku masih diberikan kenikmatan oleh Allah untuk bersua dengan salah seorang Maestro ilmu dari negeri para habaaib Hadarmaut Yaman, beliau adalah Alhabib Al Alim Al Alamah Sultonul Ulama As Syayid Salim bin Abdulloh Bin Asyatiri pengasuh Ma’had Tarim Hadramaut Yaman.

Awal mula anugerah ini aku mulai dari ditugaskannya aku menjemput sang habib di perbatasan kabupaten Kediri, yang rada bikin aku bangga adalah aku di tugaskan menjemput beliau dengan menumpang mobil Patwal milik Polresta Kediri, akhirnya setelah menunggu setengah jam hingga aku muntah-muntah karena di guncang-guncang mobil patwal itu, akhirnya aku dapat bersua denagn sang habib, perjalananpun berlanjut, dengan iringan rebana yang dinaikkan diatas truck terbuka dan iringan konvoi kendaraan bermotor kami menuju perlahan menuju pondok pesantren Lirboyo. Terus terang perasaanku saat itu sangat merinding membayangkan betapa agung sosok orang yang aku jemput ini.

Banyak sekali para maha guru-guruku yang berkena menjemput kerawuhan sang habib ini, hingga hampir larut malam kesemuanya berkenan untuk beramah tamah dengan beliau, usai beramah tamah akhirnya sang habib berkenan untuk istirahat dan aku yang bertugas untuk menjaga ndalem semalaman, karena jika sewaktu-waktu sang habib membutuhkan bantuan, ada yang siap melayani, akhirnya malam itu aku gunakan sebaik-baiknya untuk betul-betul merasakan indahnya malam bersama sang kekasih Allah, nikmat memang, seakan malam pun tunduk hormat kepadanya. Kala sang surya menyembul di ufuk barat, sang habib beserta para santri kesayangannya melaksanakan sholat subuh berjamaah, disinilah aku kembali rasakan kedamian jiwa berada ditengah-tengah orang alim dan beriman, berada di antara orang-orang sholeh, meski aku tidak hafal runtutan doa’ayang di panjatkan sang habib beserta murid-muridnya, namun aku ikuti kesemuanya dengan seksama termasuk didalamnya beberapa ijazah langka yang mungkin hanya santri Tarim yang mendapatkan kesempatan.

Itulah sepenggal cerita indah yang aku petik dari kerawuhan sang Habib, namun sebetulnya banyak sekali kisah indah yang lain yang aku himpun selama bertugas melayani beliau, sosok yang sorot matanya tajam namun santun dalam berujar, teguh dan kuat dalam menjalankan ibadah meski dalam usianya yang sepuh. Semoga dimasa depan nanti aku dapat menirukan meski sekejap semua amaliyah dan keilmuan yang beliau sandang, amin.

Kamis, 06 Januari 2011

HARUS BERAKHIR.....

Tak dapat aku pungkiri, karismanya mengikat sukmaku, hingga dalam hembusan nafasku hanya kerlingan wajahnya yang hiasi mataku, senyum simpulnya yang sederhana buat jiwa ini damai kala dirundung resah, tutur katanya lembut redakan gejolak amarah dan entah berapa banyak lagi kedamaian yang ia ciptakan untuk tenangkan hatiku.


Namun, semua cerita itu musti berlalu dan harus aku akhiri, karena tak mungkin aku selamanya menerima belaian cintanya tapi aku balas dengan kebohongan dan kebusukan, meski terasa sakit dan terasa amat berat sangat, aku harus tegar dan tegas mengatakan yang sebenarnya. Meski pada akhirnya air mata cengeng ini, akan meleleh tanpa henti meratapi sakit yang tiada terkira. Akhirnya harus, dan harus aku tegarkan jiwa ini untuk menerima kenyataan, bahwa aku kalah oleh kenyataan, aku tertindas oleh kesalahan.

Ada sebuah perkataan ringan dari sahabat karibku, dia berkata “Sekarang sederhana saja, coba hitung berapa lama kasih sayang yang telah Ibu berikan kepadamu, bandingkan dengan kasing sayang yang telah diberikan kekasihmu padamu, udah gitu aja aku ga’ mau terlalu panjang menasehati” Ujarnya singkat. Duh Gusti… tertegun aku dengan perkataan sobatku itu, sekian lamanya aku termenung dan merenung dalam-dalam, rupanya aku tersibak oleh ke-egoisanku sendiri.

Huff… napas panjangku kembali berhembus, sembari kupandangi senja yang makin meredup diufuk barat, aku pejamkan mataku dalam-dalam, memoriku menerawang jauh kala kecilku bersama ibu, sesekali aku tersenyum simpul mengingat keluguan beliau dan terkadang aku menghela nafas kala mengingat kegigihan beliau berdiri berjam-jam untuk melayani pembeli demi sesuap nasi putranya, ya putranya….. Masya Allah apa yang telah aku perbuat!!! Dan sekarang aku harus bangkit dan berkata, ini semua harus berakhir.

Guman sepi, 05 Januari 2011