Rabu, 23 Maret 2011
JAUH
Pernah ada rasa cinta
Antara kita kini tinggal kenangan
Ingin kulupakan
Semua tentang dirimu
Namun bayangmu slalu ada dalam setiap langkahku
Jauh kau pergi meninggalkan diriku
Disini aku merindukan dirimu
Kini ku coba mencari penggantimu
Namun tak lagi kan seperti dirimu oh kekasih
Masih terlintas dimataku
Bambaran wajahmu yg kini tinggal kenangan
Ingin kulupakan semua tentang dirimu
Namun bayangmu ada dalam setiap langkahku
Sabtu, 19 Maret 2011
SERAK PARAU SEORANG JOMBLO

Satu persatu teman sejawat meninggalkan aku memasuki gerbang itu, tak terasa temeraman sinar yang bergemerlapan kini mulai pudar berganti senja, huft… kala melihat senyum-senyum indah yang merekah dipelaminan itu, dada sesak penuh dengan berjuta tanda tanya, kapan aku?
Entah kenapa aku masih saja bertahan dengan kesendirianku menatap sang mentari, padahal disana gelak tawa dan canda mewarnai biduk rumah tangga. Aaaach…. kembali aku kembali dengan gontai menapaki kehidupan ini dan mengumpulkan serpihan semangat yang tercecer di relung hati.
“Perjaka tua silahkan simpan tenaga…”, duuuhh, teriris rasanya bongkahan hati ini kala mendengar kembali untaian kata singkat itu, seakan tempaan mental yang di gembleng tiap saat, terapi kesabaran yang selalu diuraikan tiap hari seakan musnah tanpa sisa berganti emosi. Ya emosi, ingin ku tonjok tanpa ampun mulut-mulut sombong itu.
Tolong beri aku waktu untuk berfikir, jangan kau protes aku dengan cercaan tanpa guna dan intimidasi tanpa daya, semua ada waktunya, hari yang indah itu pasti datang, meskipun jujur saja aku pun tak tahu kapan waktu itu dan dengan siapa aku akan bersanding.
Dalam ketermenunganku, kerap kali hati ini berujar lirih pada sang Khalik, ”Duh Gusti... Engkaulah dzat yang maha mengerti kekurangan hamba, maka tutupilah kekurangan hamba dengan hadirnya insan yang bisa dan mampu melengkapi hidup hamba”.
Agar hamba mampu menggapai impian yang tertunda, ya impian yang tertunda..... bukan impian ilusi tapi impian haqiqi.
Kamis, 17 Maret 2011
RASA BERSALAH ITU MENGHANTUIKU
Entah kenapa kala sukma tercekat senyum, semua seakan runtuh tak bermoral dan lebih hina ketimbang hewan.
Kala aku berdiri menghadapNya, rasa ngiku sekujur tubuhku kembali mendera. Mengingat dan mambayangkan adzab besar yang akan kaku sandang kala ku menghadapNya, dalam bisik lirihku, aku berujar, semoga kebodohan itu terjadi hanya sekali dalam hidupku dan tak pernah dan tak akan pernah terulang lagi.
Pengkhianat, duh gusti apakah ini gelaryang pantas hamba sandang, terlalu banyak tutur kata palsu yang hamba lontarkan, pantaskah hamba dihormati manakala setan masih bercokol disanubari, masihkah aku layak disebut santri jika tak mampu mengendalikan hawa nafsu.
Duh Gusti ingkang Murbo Maseso, hamba sepertinya tak mampu jika hidup dalam lumuran dosa, maka hentikanlah detak jantung hamba, agar tak lagi berbuat dosa, tutuplah mata hamba agar tak lagi melihat dengan lirikan nafsu, kumpulkanlah hamba dengan orang-orang yang selalu mendendangkan namamu hingga merasuk kerelung kalbu.
Sabtu, 12 Maret 2011
Kala Kerja Kerasku Tak Dihargai
Berbulan-bulan lamanya aku susun hasil Ijtihadku dalam penggalan buku ringan, dengan harapan orang-orang yang ada disekitarku akan jadi lebih mudah melihat ada apa dibalik keringatku, namun setelah semua yang aku kumpulkan itu sekarang justru menjadi barang rongsokan dan tak berguna, bahkan untuk sekedar hadir dalam majelis yang aku selenggarakan, mereka tak mau hadir, sakit rasanya aku melihat kenyataan ini, padahal berhari-hari dengan pikiran yang terbatas aku kerjakan semua ini. Sunguh pedih kiranya sakit didada ini kala mengetahui kerja kerasku tak dihargai.
Emosiku lagi mendidih...!!!! hhhhhh...
Kamis, 03 Maret 2011
VIRGIN Masihkah Perlu Dipertanyakan
****
Meski dewasa ini Masalah Virginitas (keperawanan :Red) tidak lagi menjadi titik point yang layak untuk perdebatkan, namun masalah keperawanan kerap kali menjadi masalah besar yang dapat mempengaruhi hubungan suami istri, karena masalah itulah komunikasi sebuah keluarga dapat terganggu dan hilanglah keharmonisan yang telah terbina, sering kali pertengkaran-pertengkaran kecil bermula dari masalah ini, dan akhirnya timbulah masalah besar seperti status janin yang dikandung istrinya dan masalah maraknya kasus perceraian dini. Berkaca dari penggalan kisah nyata diatas, menegaskan bahwa komunikasi dengan dilandasi kejujuran sangat perlu dilakukan, agar kedua belah pihak dapat menerima kondisi yang sebenarnya dan dapat membina rumah tangga tanpa ada rasa bersalah atas tinta hitam yang pernah menghiasi lembaran kehidupan. Namun sayang kejujuran pranikah tersebut, terkadang disalah artikan oleh beberapa pihak sebagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan, benarkah asumsi tersebut?
Tulisan berikut mencoba memberikan sedikit sumbangsih pemikiran, agar wacana diskriminatif dapat dipahami secara dewasa dan penuh logika.
Keperawanan ibarat mahkota indah yang tak akan pernah tertandingi nilainya, sehingga kala seorang wanita kehilangan mahkota indahnya, maka hilanglah harga dirinya, karena mahkota yang selama ini menjadi kehormatan bagi dirinya ternyata telah lenyap, selain itu keperawanan merupakan amanah dan tanggung jawab dasar yang harus dilaksanakan seorang wanita. Pada fase inilah masalah keperawanan menjadi bukti awal akan komitmen menempuh hidup baru, dengan asumsi sebagai berikut. Ketika ia belum diberi tanggungjawab agung, berupa tugas mulia bernama Istri, belum disematkan dipundaknya saja, ia telah berani melakukan hal-hal diluar wewenangnya, satu diantaranya adalah pergaulan bebas, maka bisa dibayangkan tatkala ia memasuki lembaran baru yang bernama pernikahan, maka dikhawatirkan pernikahannya akan berhenti ditengah jalan karena peristiwa serupa akan terulang kembali, bahkan mungkin lebih parah lagi.
Selanjutnya, apabila ada pihak yang menganggap bahwa kejujuran pranikah menjadi alat diskriminatif terhadap kaum hawa, itu merupakan anggapan sepihak, karena justru dengan kejujuran semacam itulah, seorang wanita akan lebih diakui kehormatannya. Lantas bagaimana dengan wanita yang telah terenggut kegadisannya ? Sebagai bentuk konsekuensi atas kesalahan fatal yang pernah dilakukan oleh seorang wanita, sudah semestinya ia harus menerima keadaan dari dosa yang pernah ia perbuat, meski terasa pedih namun kejujuran ini akan menjadi momentum paling dasar untuk menemukan pendamping hidup yang benar-benar siap dan menerima apaadanya. Pertanyaan lain yang akan mengemuka ada kasus ini adalah, mengapa hanya kaum hawa yang harus berkata jujur tentang kondisinya ? Menurut asumsi saya, siapapun berhak sekaligus wajib untuk berkata jujur. Begitu juga bagi wanita, ia berhak bertanya kondisi calon suaminya, sampai yang masalah yang paling Privasi sekalipun yakni status keperjakaannya.
Pernikahan merupakan momen sakral dalam hidup kita, karena begitu mulia dan agungnya nilai pernikahan maka tentunya kita tidak mau, momen yang kita sakralkan ini dipenuhi dengan kebohongan, tentunya kita juga berharap agar pernikahan merupakan momen yang diisi dengan rasa cinta yang tulus tanpa tabir kepalsuan yang akan membayangi dan menghantui setiap langkah kita. Kita bisa bayangkan apa jadinya jika momen tersebut ternyata dipenuhi kebohongan, pastilah rasa sesal yang tiada terkira.
Semoga kita senantias terjaga dari bujuk rayu syaithon yang benar-benar terkutuk, Agar dimasa mendatang kita dan keluarga dapat menjalani kehidupan yang sakinah wa rahmah.
Muhamad Arif Noer
Abiturient ‘07