Selama hati masih bisa berbicara selama itu pula bisik kotor
hati manusia bisa terjadi merongrong manusia, ini tabiat dan fitrah manusia. Meski
terdengar sadis tapi ini adalah kenyataan yang tak mungkin dipungkiri. Namun yang
jadi pembahasan utama saaat ini adalah bagai mana cara hati kita bisa menata
dengan perlahan tanpa ada yang tersakiti.
Terkadang dengan sinis dan kata-kata kebencian kita sisihkan
keberadaan mereka, terkadang dengan dengan cemoohan hina kita gunjinng mereka,
seakan kita adalah mahluq sempurna yang jauh dari kata salah dan dosa amarah. Seakan
kita adalah mahluh kaffah yang tak akan mendapatkan murka dari gusti Allah
Taala.
Namun bila kita sadari dengan hati yang tulus serta jujur,
sebenarnya kita tak kalah tragisnya dengan apa yang pelacur lakukan, kita lebih
kurang ajar ketimbang yang maling lakukan, kita lebih hina dari pada yang
dilakukan pemabuk dijalanan, kita lebih sadis daripada yang dilakukan seorang
pelaku pembunuhan. Hanya dengan kedengkian dan perasaan sok suci maka akan
leburlah semua perkara baik yang pernah kita perbuat.
Suatu saat aku pernah bicara dengan seorang begundal yang
suka mabuk dan berzina, dimata masyarakat awam, ia terlihat bagai sampah dunia
yang sudah di nass masuk neraka, namun dengan polos ia berkata, aku ini orang
berdosa yang tak henti-hentinya meminta maaf pada sang pencipta, semoga hatiku dan
imanku terjaga. Sontak mataku terbuka, ternyata kita dikalahkan seorang
bajingan dalam menata hati, kita kalah peringkat dengan seorang pezina, karena
mereka lebih jujur tuk menata hati ketimbang kita yang dengan congkak
mengatakan yang paling banyak amalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar