Setetes demi setetes air mataku tertumpah di serambi
Maqbaroh Lirboyo, tak ku sangka aku telah memilih jalan yang teramat fatal, aku
memilih undur diri dari Lirboyo, rasa bersalah dan rasa terima kasih menyatu
menjadi pergolakan batin yang luar biasa.
Aku bisa berdiri tegak karena Lirboyo
Aku bisa bicara Lugas karena Lirboyo
Aku bisa mendengar jernih karena Lirboyo
Aku bisa melihat asa karena Lirboyo
Aku bisa berlari cepat Karena Lirboyo
Aku bisa berjalan Tegap karena Lirboyo
Aku bisa duduk di singgasana karena Lirboyo
Aku bisa bernafas dalam karena lirboyo...
Lirboyo
Lirboyo
Dan Lirboyo...
Aliran darah dan urat nadiku hanya terisi namamu...
Maka tak kusangka, sumbangsih keilmuan lirboyo yang begitu
besar, harus segera aku akhiri dan berganti dengan dermaga baru yang mungkin
saja tak ku kenal dan tak kufahami luasnya...
Huuffttt...
Berat nian untuk sekedar meninggalkan Lirboyo, setelah aku
dibesarkan sebesar ini. Aku tak lebih dari seorang anak manusia yang masih
tertatih berjalan, dan di berikan lentera kehidupan yang teramat terang, dengan
sabar ia menuntun dan membimbing aku...
Ia bernama Lirboyo...
Manakala aku lepas dari Lirboyo, maka seakan aku terlepas
dari indukku sendiri... Aku seperti kembali harus berjuang sendirian menatap
dan menantang derasnya arus kehidupan...
Maafkan aku Lirboyoku, aku harus meneruskan hidupku, aku
harus berjuang meneruskan amanatmu...
Lirboyo...
Jasamu teramat besar dan teramat agung, hingga raga dan
jiwaku ta akan sepadan jika engkau meminta bayaran atas jasa besarmu...
Lirboyo...
kemanapun nafas ini berhembus, disitulah engkau akan selalu
menjadi bagian dari Hidupku...
Lirboyo...
Matur suwun sanget...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar