Dengan tertatih beberapa bingkai
jiwa yang melepuh, kini kembali meronta penuh kepedihan, meski awalnya percaya
akan datangnya keajaiban namun kini kembali lagi pesimistis muncul dihati, apa
ada yang salah dengan hatiku.
Entah berapa purnama telah ku
jejaki, namun tetap saja kembimbangan yang mengaburkan sorot mataku, padahal
dengan tameng keimana, harusnya aku lebih kokokh dan lebih kuat menerjang arus
kemadlorotan.
Kini hanya dengan tangis yang
tersisa, aku himpun kembali bendera-bendera keagungan iman, aku coba rengkuh
lagi monument ketaqwaan yang telah ternoda dan tersibakkan nafsu angkara.
Ternyata..
Jaminan keamanan dan keimanan,
sejatinya berada digenggaman kita sendiri, bukan ditangan ibu, ayah, sodara
bahkan para guru kita, semua tergantung bagaimana jiwa mengolah nafsu dan
bagaimana iman mengekang pemikiran.
Hanya dengan meratap kepadanya…
Kita temukan kedamaian,
ketentraman bahkan kebahagiaan. Kepada Allah semata kita bisa mencurahkan segala
beban jiwa yang menyesakkan dada, kita bias mengeluh dengan bebas, bahkan
beruraian air mata, mohon maaf fan mohon petunjuk kepadanya..
Tapi ternyata berat nian aku
rasakan dalam melangkah, aku malah jatuh tersungkur dan tersayat lagi…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar