Belum genap satu purnama jejak kaki ini menjauhi bayangnya,
namun keteguhan hatiku serasa mendapat gempuran hebat bernama sayang, seakan
langkah ini masih dibayangi kerlingan wajahnya.
Teringat kembali masa indah saat bersamanya, tawa girang
Penuh keindahan, senyum simpul penuh arti dan rengekan manja seorang yang
jelita, ternyata aku masih merindukannya. Entah ada apa dengan hati ini, apakah
tidak bisa sejenak pun aku berpaling dari siksa ini.
Padahal...
Siksaan yang hadir jauh tak kalah pedihnya, luka yang
hinggap tak jauh lebih sakitnya...
Namun juga hati dungu ini tak menyadarinya.
Aku akui dengan segenap jiwa yang terlunta, kala melihatnya
sekejap mata, badan ini serasa gemuruh kegirangan.
Harusnya aku ingat kembali, berapa detik kasih sayang yang
ia rampas dari waktu.
Harusnya aku bayangkan kembali berapa jengkal keringat
pengorbanan yang ia bawa.
Harusnya aku bawa memori kelam, saat ia kacaukan himmah dan
tujuan mengibarkan panji-panji pengabdian.
Dan...
Harusnya aku ingat-ingat lagi betapa kejam aku luruhkan air
mata bundaku, hanya demi kegirangan sesaat...
Dimana rasa bersalah itu...
Dimanaaa...
Kenapa tak juga kusadari itu semua, padahal jika langkah ini
terjerumus kembali kedalam kehinaan yang sama, pastilah.... Kesengsaraan yang
akan hadir jauh lebih pedih dan menyakitkan.
Bangkitlah wahai hatiku...
Bukalah engkau mataku...
Jalanmu masih panjang...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar