Hari
ini hari terakhir di hari tasyrik, sebuah hari yang di agungkan oleh kaum
muslim karena saat ini jutaan muslimin yang menunaikan ibadah haji sedang
melaksnakan ritual paling berat dalam ibadah haji.
Namun
ada hal lain yang mengusik batinku dihari ini, disaat aku termenung menunggu
kedatangan kereta yang akan membawaku kembali ke Pondok tercinta. Aku lihat
seorang pengasong jajanan ringan, dikereta yang baru datang, tiba tiba ia
langkahkan kakinya menuju mushola, bukan menuju tempat berkumpulnya
segerombolan para pengasong yang menjadi komunitasnya.
Usai
ia letakkan piranti kerjanya disalah satu sudut mushola, kulihat ia basuh wajah
lusuhnya dengan air wudlu, lama nian ia usap-usap wajah dan tangannya, sehingga
semua kotoran duniawi terlepas, lantas ia tanggalkan celana pendeknya yang
kusam dan berganti dengan sarung lusuh yang warnanya memudar, dari balik tas
kecilnya. Lantas dengan segenap hati yang teguh, ia angkat kedua tangan, seraya
bertakbir.
Aku
tertegun, status santriku yang telah aku sandang sejak aku lulus bangku SMA
sepertinya harus dipertanyakan kembali, aku begitu mudah mengabaikan kewajiban
yang paling dasar ini, aku malah mengutamakan hal-hal sepele dan rendah, diluar
nalar jernih manusia.
aku
selama ini terlalu menyanjung status sosialku, status agamaku dan kondisi
parasku. Tanpa melihat dan berkiblat apa yang terjadi di batinku....
Ternyata
kita harus belajar kepada siapa saja, termasuk tukang asongan sekalipun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar