SELAMAT DATANG

Assalamu'alaikum Warahmatullohi Wabarakatuh

Selamat datang para pengelana dunia maya.
Selamat datang diduniaku, dunia sederhana yang dipenuhi dengan kebebasan dalam berekspresi,
namun tetap mengedepankan Ahlaqul karimah,
tanpa takut oleh tekanan dari manapun, dan jauh dari diskrimininasi budaya, hukum, martabat, derajat dan pangkat.

Ini adalah suara murni hatiku,
yang terangkai dalam dalam bentuk kata-kata,
entah jelek entah bagus, namun inilah aku yang jujur dalam berfikir dan berkata.

Moga ada guna dan manfaatnya

Amin Amin Ya Robbal Alamin

Sabtu, 05 Desember 2009

BUNUH DIRI APAKAH SEBUAH SOLUSI

Mata wanita paruh baya itu terlihat masih sembab. Rona kemurungan menghinggapi wajahnya. Entah sudah berapa lama dia terdiam membisu. Sesekali dia menyebut nama anak gadisnya yang paling besar, Vivi.. Vivi… Orang-orang disekitarnya tak berani melarang apalagi menasehatinya. Semua orang sepertinya sudah memahami apa yang baru saja terjadi pada wanita itu. Beberapa hari yang lalu, Vivi, anak gadis keluarga Sukarji, penjual makanan burung itu mati bunuh diri. Tak ada yang menduga, pasalnya Vivi tergolong anak yang pendiam dan tidak suka neko-neko. Setelah polisi turun tangan barulah misteri kematian Vivi terkuak. Hanya karena salah faham dengan bapaknya Vivi akhirnya bunuh diri, seperti tertulis dalam buku hariannya yang terakhir. Vivi jelas sakit hati karena dimarahi ayahnya. Tragis. Hanya karena dimarahi orang tua, Vivi lebih memilih jalan kematian untuk mengakhiri hidupnya.
Senasib dengan Vivi, masih segar dalam ingatan kita, awal tahun 2005 yang lalu, seorang siswa kelas empat Sekolah Dasar di Pesisir Utara Jawa Tengah mencoba bunuh diri gara-gara tak punya uang Rp 2.000 untuk membayar iuran sekolah. Beruntung, aksi bocah tersebut dapat diketahui oleh pamannya, sehingga aksi nekatnya berhasil digagalkan. Namun akibatnya anak itu harus menjalani perawatan intensif selama berminggu-minggu di rumah sakit untuk memulihkan kesehatan dan pikirannya yang belum stabil.
Kasus lain terjadi di Tulungagung. Seorang kakek lebih memilih bunuh diri daripada harus menanggung penyakit asma yang telah dideritanya bertahun-tahun, ditambah dengan himpitan ekonomi yang mencekik leher. Tubuhnya yang renta ditemukan tergantung di balok kayu tengah rumahnya. Uniknya, sebelum memulai aksi nekatnya Kakek itu terlebih dulu Salat Dhuha dan Isthikhoroh. Bahkan saat ditemukan keluarganya, Dia masih mengenakan baju koko dan peci layaknya orang yang selesai melaksanakan ibadah (Radar Tulungagung/Jawa Pos. 14/01/’06 ).
****
Beberapa kasus yang mengemuka di atas, ternyata belum ada apa-apanya dengan ratusan kasus yang terjadi akhir-akhir ini. Ada beragam motif yang dijadikan alasan: mulai dari masalah
keluarga, ekonomi, sampai masalah percintaan. Dan paling aktual, bunuh diri telah menjadi sarana teror yang mengatasnamakan jihad, dengan bom sebagai media perantara. Kasus bunuh diri yang beruntun menambah panjang daftar kasus-kasus serupa yang terjadi akhir-akhir ini. Sebuah koran terbitan nasional pernah melaporkan: daftar prosentase bunuh diri yang terjadi naik menjadi 5,1 %, dibanding dengan kasus serupa yang terjadi pada tahun sebelumnya (Kompas. 27/11/’05).
Sungguh tragis, setiap saat korban baru bunuh diri berjatuhan. Bunuh diri ada yang dilakukan sendiri, seperi kasus di atas, dan ada pula yang berkelompok. Contohnya kasus yang terjadi pertengahan Agustus lalu. Empat orang warga Jepang bunuh diri secara berjamaah dengan menghirup gas beracun dalam mobil yang sudah di-setting menjadi sebuah ruangan hampa udara. Yang lebih aneh lagi. Konon bunuh diri merupakan cara paling terhormat bagi orang Jepang untuk menebus kesalahan yang pernah diperbuat. Tindakan nekat ini mereka sebut Harakiri.
****
Manakala nafsu sudah merongrong akal dan menguasai hati, maka pikiran jernih tak lagi menjadi rujukan utama dalam mencari solusi masalah. Sama halnya dengan pelbagai kasus di atas, ketika berbagai masalah mendera bertubi-tubi, lahirlah depresi berat dan stres yang berkepanjangan. Dan akhirnya, kematianlah yang dipilih sebagai penyelesainya.
Bila mau menggunakan logika yang sehat dan mencermati permasalahan secara dewasa, dengan dalih apa pun, bunuh diri adalah tindakan yang salah. Salah dalam kacamata agama, dan salah dalam sudut pandang sosial. Sebenarnya, andaikata para pelaku bunuh diri itu mau berpikir lebih tenang dan menelaah secara mendalam dampak yang timbul dari perbuatannya, pasti ada solusi yang lebih masuk akal ketimbang bunuh diri. Semoga kita terhindar dari perbuatan semacam itu. Amin.
(Arif ”TNI”Noer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar