SELAMAT DATANG

Assalamu'alaikum Warahmatullohi Wabarakatuh

Selamat datang para pengelana dunia maya.
Selamat datang diduniaku, dunia sederhana yang dipenuhi dengan kebebasan dalam berekspresi,
namun tetap mengedepankan Ahlaqul karimah,
tanpa takut oleh tekanan dari manapun, dan jauh dari diskrimininasi budaya, hukum, martabat, derajat dan pangkat.

Ini adalah suara murni hatiku,
yang terangkai dalam dalam bentuk kata-kata,
entah jelek entah bagus, namun inilah aku yang jujur dalam berfikir dan berkata.

Moga ada guna dan manfaatnya

Amin Amin Ya Robbal Alamin

Kamis, 25 November 2010

BENAR-BENAR PERGI


By Pudja


Tuhan berikan aku kekuatan

Sebelum dia meninggalkan aku



Tuhan beri ku jalan

Karena diriku masih mencintainya



Tak Sanggup aku menahan perihnya dalam hatiku

Tak sanggup aku Bertahan dalam kesedihan



Bila waktu malam akan datang

aku tak mau sendirian

ingin selalu ditemani kamu

memelukku dalam kesepian



Bila waktu malam mulai sunyi

ku tak mau ditinggal sendiri

ingin selalu sama-sama kamu

hingga nanti kamu Benar-benar telah pergi



***

Tak semudah yang dikira

Teramat berat

Selasa, 23 November 2010

MERANGKAI HARI YANG TERBENGKALAI


Hari-hariku yang kian sepi, meski aku lihat lalu lalang yang bertengger di mataku, namun kegersangan jiwa kerap kali kurasa dan aku lihat masih berada dalam sudut jiwaku, meski hanya sebatas asa, namun aku rasakan betul pengaruhnya terhadap pola fikirku.

Aku tak hanya menjadi pecundang namun terkadang aku merasa dirikulah manusia yang paling gemar berbohong, ingin rasanya berteriak sekeras mungkin dan mengepalkan tangan meninju langit, meluapkan semua kegersangan yang ada dan mencari sumber air penyiram jiwa gersang ini.

Namun entahlah masih saja, jiwa ini menyanyi dengan angkuh seolah di Dunia yang fana in hanyalah aku yang paling punya kuasa dan cinta…

Dan kini di penjara yang ini kebali aku rangkai hari-hari yang tercerai berai menjadi bait-bait nan indah, agar dimasa sepuhku kelak aku mampu menatap arah mata hari terbit dengan wajah yang mendongak bukan lagi tertunduk menyesal penuh duka

Semoga dan semoga

Warnet dini hari di tanggal 24 November 2010

Senin, 22 November 2010

EMAKKU NAIK HAJI


Sedari awal, angan dan pikiranku ga nutut kalo orang yang menyanyangiku sedari kecil ini akan menunaikan ibadah haji. Namun jantungku langsung berdegub kencang kala aku lihat ternyata ibuku benar-benar Naik haji, Buktinya ada tas gede bertuliskan Jamaah Haji Indonesia dimarnya yang sederhana. Masya Allah ternyata ibuku yang sabar dan Tangguh itu betul-betul akan memenuhi panggilan Allah.

Haji... terlepas dari pemahaman secara luas dalam Syariat. menurutku adalah sebuah ibadah yang Maha berat dan membutuhkan persiapan yang tidak main-main. Fisik yang prima sekaligus dukungan finansial yang mumpuni, dan yang tak kalah penting adalah persiapan Mental yang betul-betul berserah diri kepada Allah SWT.

Pada malam hari sebelum keberangkatan beliau, saat bantu-bantu ngepak tas kopernya, aku lihat sorot mata yang tak pernah lelah beribadah itu dengan semangat merapikan baju-baju sederhanya. Tanpa seijinnya aku masuki kamar itu dan ku tutup pintunya, lantas beliau berujar "lapo rif..?", "bu kulo bade nitip niki..."ujarku sambil kuserahkan beberapa lembar kusam berwarna merah... Masya Allah yang bikin aku takjub, tanpa dinyana beliau peluk aku dengan erat, ya dipeluk! sebuah momen yang teramat mahal bagiku... sebab semenjak aku beranjak dewasa aku tak pernak di peluk.. sebagai wujud hormatku, aku sujud dan kuciumi kakinya. namun beliau cegah " nak wis kakean sing awakmu titipne nang aku..." ujar beliau terisak " Bu.. nopo yang kulo serahkan niki tak sebanding dengan nopo-nopo yang kulo curi saking panjenengan, jenengan terami njih.." ujarku sembari berurai air mata.... "iyo nak, sepurane dusoku yo", Dosa... ibuku bilang dosanya kepadaku, Hatiku berujar, sebelum beliau ucapka itu aku sudah memaafkan beliau...itulah moment terindah dalam hidupku, puas aku memuaskan ibuku.

To be Continued....

Selasa, 09 November 2010

AKHIRNYA ANNA BILANG CINTA


Degub jantung ini terasa semakin kencang, kala aku masuki barisan tenda tarub itu, bentuknya yang besar dan megah membuat orang yang lewat atau sekedar melihat, akan berfikir siempu acara ini pastilah orang kaya. Tak salah jalan pikiran orang itu, dia adalah Abah Kaji Ghofur, juragan padi yang sangat terkenal di desaku. Hari ini dia menikahkan putri sulungnya yang bernama Fitria Isfhiana dengan Muhammad Abdillah Putra Haji Khozin Juragan buah dari kampung sebelah. Anna panggilan akrab gadis jelita kembang desa itu, dia teman karibku semenjak masih duduk dibangku TK hingga tamat Madrasah Aliyah, saking akrabnya kami hingga kemanapun pergi kami selalu berdua, bagai saudara kandung kata teman-temanku. “Wah ini dia yang ditunggu-tunggu, akhirnya Mahfud datang juga ha ha ha…,” sebuah suara keras menggelegar laksana halilintar disertai tepukan dibahuku datang mengagetkan, rupanya Abah Kaji Ghofur menyambut kedatanganku “Njih Bah, saya baru saja datang dan langsung kemari,” kataku. “kamu pasti lelah, ya wis sana langsung kebelakang saja, makan-makan dulu terus temui Anna dan Umi’, abah banyak tamu,” kata Abah kaji Ghofur berbinar-binar seraya meninggalkanku.

Usai menyapa Abah kaji Ghofur lantas aku masuki rumahnya, banyaknya panitia yang dilibatkan dalam pernikahan ini membuat rumah Abah Kaji Ghofur terasa sesak dipenuhi manusia, padahal untuk ukuran kampungku rumah Abah Kaji Ghofur tergolong sangat besar. Didepan pintu dapur aku lihat Umi’ Karimah sedang berbicara dengan beberapa orang pembantunya, Berbeda sosok Umi’ Karimah yang aku kenal sehari-hari yang murah senyum dan sopan, kali ini raut muka Umi terasa datar dan sendu, seolah dia menyimpan duka nestapa yang sangat dalam, aku tak berani menyapanya, karena aku takut dia akan semakin menjadi beban dibatinnya. Di saat aku Lahap menyantap nasi rawon menu favoritku, sebuah sapaan lirih menyapaku “Baru datang Fudz…?”, rupanya Mi’ Karimah menghampiriku “Injih mi’, tadi dari Pondok langsung kesini,” ujarku sopan, “Fudz aku tahu kamu faham dengan permasalahan ini, jadi aku mohon, beri Anna pengertian yang jelas, agar ia bisa menerima perjodohan ini,” ujarnya memelas. “Mi’ jangan begitu.. kulo jadi ngga’ enak sama panjenengan dan Abah,” kataku merendah, “Fudz, kepada siapa lagi Umi’ dan abah harus memohon, kamulah satu-satunya harapan Umi’, ini demi masa depan Anna juga,” Njih akan saya coba, untuk mendekati Anna, pangestune mawon,” ujarku pelan, usai menyapaku Umi’ Hj. Karimah kembali ketengah-tengah panitia pernikahan. Rasanya tak enak lagi makanku, anganku kembali menerawang beberapa tahun lalu, kala aku dan Anna duduk dibangku kelas 2 Madrasah Aliyah, saat itu Anna tengah memadu kasih dengan seorang pemuda beandala bernama Doni Saputra, parasnya yang rupawan membuat banyak kaum hawa menjadi terlena, termasuk Anna salah satunya. Kala itu Anna terasa benar-benar dimabuk Indahnya cinta dan buai asmara. Namun Anna seperti buta hingga tidak tahu siapa Doni sebenarnya, seorang pemuda berperangai buruk dan malas bekerja, malam-malamnya selalu diisi dengan mabuk-mabukan dan nongkrong dijalanan. Makanya aku kurang setuju kala Anna berpacaran dengan Doni, namun dasar cinta apapun selalu terlihat indah nan merekah, gumanku.

“Assalamu’alaikum….,” Ujarku pelan, sembari aku buka pintu kamar yang berhias rangkaian bunga melati yang menjuntai hingga kelantai “Waalaikum salam, ” terdengar jawaban lirih, nyaris tanpa semangat, “ duh cakepnya sahabatku ini, ” kataku menggoda, “ Mas, pean seperti ga’ mengerti perasaanku ya, pean ternyata sama kerasnya dengan abah, egois dan keras kepala” kata Anna meninggi, aku hampir ta percaya dengan kata-kata yang barusan keluar. Fitria Isfhana seorang gadis lugu temen sepermainanku yang dulu aku kenal periang dan murah senyum, kini jadi seorang yang keras dan egois, “ Ann, maafkan mas Mahfud ya,” ujarku lirih. “terus terang aja mas tak sanggup berkata-kata, percayalah bahwa ini adalah yang terbaik yang diberikan Gusti Allah kepadamu” ujarku menasehati Anna, “tapi Mas, pean kan faham hatiku dan cintaku hanya untuk mas Doni seorang bukan si Dillah itu,” ujar Anna protes, “ Iya mas faham, sangat faham sekali, namun mas mohon dan mas minta untuk kali ini saja, terima saja perjodohan ini, jangan melawan takdir Ann, berdo’alah bahwa ini yang terbaik buat kamu” ujarku, kembali Anna tundukkan kepala dan mengalirlah air matanya, membasahi pipinya.

Aaah… usai sudah semua pelaksanaan pesta pernikahan ini, seharian aku bekerja keras membantu pesta ini, peluh serasa memenuhi seluruh sudut bajuku. Dengan gontai aku langkahkan kaki menuju tumpukan kursi disudut tenda sebelah pelaminan, ingin rasanya sejenak mengistirahatkan kakiku yang terasa bengkak. Terperanjat aku melihat Abdillah, duduk termenung sendirian, sambil membolak balikkan Koran bekas penutup jajan, padahal seharusnya malam ini adalah malam pertama bagi sepasang pengantin, tapi ini justru malah duduk sendirian disini, trenyuh aku melihatnya, “lho pengantin baru kok duduk sendirian,” ujarku seraya menggoda, sapaanku yang datang tiba-tiba membuat Dillah terperanjat kaget, “ eh iya Mas, belum ngantuk…,” ujarnya lirih, sayu matanya begitu terlihat menandakan ia sangat kelelahan, “Eh udah sholat Isya’ belum,?” ujarku bertanya, “udah mas, sampean,?” katanya balik bertanya “Udah juga, eh dari pada kedinginan disini, ayo duduk-duduk di Mushola gimana,?” ujarku menawarkan, “monggo…”jawab Dillah singkat. Akhirnya kami teruskan ngobrol kami di dalam Mushola mungil di samping rumah Abah Kaji Ghofur, banyak sekali yang kami bicarakan, mulai dari masa kecil kami yang penuh dengan canda, hingga kisah-kisah indah dipesantren, tak terasa jarum jam menunjukkan pukul 01.00 WIB. “Mas Dillah, saya kenal Anna, kala ia duduk di bangku TK, hingga lulus Madrasah Aliyah, jadi saya faham betul karakter dan tingkah lakunya, saya mohon sampean lebih bersabar menghadapinya. Saya sangat yakin, nanti dia akan luluh hatinya,” ujarku menasehatinya, “Iya mas, pangestune sampean, saya sendiri pasrah dengan pilihan orang tua, saya hanya mampu berdo’a semoga ini yang terbaik, meski saya faham dik Anna sebetulnya sudah punya pacar,” ujarnya memelas “ Fiuuh… aku juga heran sama Anna, mengapa dia begitu cinta dengan lelaki kampret seperti Doni itu, padahal sudah ratusan kali aku mengingatkannya, tapi tetep saja dia bandel, pean yang sabar ya,” ujarku sambil menghela nafas.

“Assalamua’alikum,” ujarku sembari membuka pintu kamar pengantin itu dengan penuh hati-hati, “Wassalamu’alikum,” jawab Anna dengan lirih, matanya sembab dan jilbab yang di pasang asal-asalan, menandakan semalam ia isi dengan tangisan, “Ann, Mas pamit mau berangkat ke Pondok lagi, karena mas izinnya Cuma dua hari saja, jadi mas harus segera kembali ke Pondok,” kataku sambil menunduk, dengan setengah terperanjat Anna berkata “Mas teganya sampean tinggalkan aku seperti ini, disaat aku butuh dukungan dan aku butuh teman untuk berkeluh kesah,” katanya sambil memelas, sorot matanya sangat tajam membuatku luruh dan mengurungkan niatku untuk berangkat buru-buru “Anna, sekali ini saja mas Mohon dengarkan kata-kata Mas,” ujarku menasehati, kembali air mata Anna mengalir dipipinya “Jujur saja Mas sangat berbahagia ketika kamu bersanding dengan Abdillah,” ujarku dengan berhati-hati dan sangat pelan, “Tapi mas…,” ujar Anna mencegah “Anna dengarkan mas dulu !!!, dalam mencari pasangan hidup jangan pernah melihat dari satu sisi saja, kamu juga harus melihat masa depan kamu, nasib Abah dan Umi mu, juga yang paling utama masa depan anak-anakmu kelak,” ujarku dengan tegas, terlihat Anna kaget dan heran dengan kata-kataku barusan, “Coba bayangkan seandainya kamu menikah dengan si Doni, apa yang akan kamu dapat hah…,” ujarku sambil memalingkah wajah “ Sadarlah Anna, kamu telah mendapatkan anugerah suami yang jujur, polos dan alim seperti Abdillah,” kembali Anna tenggelam dalam tangisnya, “Semalaman mas ngobrol dengan dia, dari situ mas fahami karakternya, sifatnya dan keilmuannya, meski dia gayanya ampong dan norak, tapi dia jauh lebih baik dari pada si Doni…,” Ujarku dengan setengah membentak “Mas, kenapa mas membela dia dan Abah?,” ujar Anna Protes, “Anna sekali lagi mas mohon, tolong terima Abdillah apa adanya, Mas mohon Anna, demi masa depanmu kelak, Mas jamin kamu akan bahagia dengan semua ini,” ujarku menyudahi pamitan ini.

****
“Assalamu’alaikum…,” ujarku dengan suara keras, besarnya rumah Abah Kaji Ghofur membuat orang yang mengucapkan salam, harus dengan suara yang lantang, agar kedengaran sampai belakang, “Assalamu’alikum,” ujarku lagi, “Wa’alaikum salam,” terdengar suara Anna memnajawab dengan semangat “eh Mas Mahfudz, masuk saja Mas, waduh sudah liburan ya, Mas Dillah sayaaang…. nih Mas Mahfudz datang,” ujar Anna dengan riang manja, dengan terbengong aku lihat raut muka Anna kini jauh berbeda dengan kala aku tinggalkan beberapa bulan yang lalu, ceria bahagia dan senyum terus mengembang menghiasi wajahnya, “Masuk mas, pean kapan datangnya, kok ga’ bilang-bilang kalo mau liburan,” ujar Abdillah menyambutku, “eh.. anu baru sore tadi datang, langsung maen kesini kangen sama kalian berdua,” ujarku gugup, “Silahkan duduk mas, bentar saya tak matur Abah,” kata Abdillah sopan, sepeninggal Abdillah aku dekati Anna dan berbisik “Anna kok bisa…” ujarku penuh heran, “ he he he, aneh pean mas, kan dulu yang menyarankan agar saya menerima mas Abdillah apa adanya kan pean, kok sekarang jadi balik bertanya” ujar Anna mengejek, “mbuh nduk aku ga mudeng, kok bisa sedrastis ini sikapmu” ujarku bertambah heran, “Terima kasih mas telah bukakan hati Anna di hari itu, Anna coba menerima mas Dillah apa adanya, dan setelah itu Anna baru tahu kalo ternyata Mas Dillaah orangnya sangat baik hati dan penyayang,” kata Anna dengan berbinar matanya, “Mas Mahfudz pean tunggu bentar ya, Abah masih sholat,” kata Abdillah sambil berjalan “Iya ga papa, beliau jangan diganggu, aku malah pengennya ngobrol sama kalian bedua, Eh Dillah gimana rasanya, kok meneng wae,” kataku menggoda, “waaah, rugi Mas kalo pean ga’ cepet-cepet nyusul, poko’e ga’ kebayang rasanya,” jawab Anna dengan manja sembari melirik mesra Abdillah. Alhamdulillah desahku dalam nafas, terima kasih Ya Allah, telah Engkau tunjukkan keagunganmu dihari ini, sebuah pertautan cinta Indah yang bertabur Ridlo dan Restumu.

Dan kini setelah 6 tahun berjalan, hingga mereka mempunyai buah cinta seorang putra bernama Shalahuddin Al Ayyubi, kisah indah cinta mereka tetap berlanjut, malah makin mesra, bagaikan anak muda yang sedang dimabuk asmara. Aaah perjodohan tak selamanya kelam, batinku berujar.

15 Ramadhan 1431 H

M. ARIF NOER
Malang Kamar J.19